Bangunan Bermasalah di Kota Medan Harus Diberikan SP

54

MEDAN ketikberita.com | Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Medan menilai, persetujuan bangunan gedung (PBG) sebenarnya sama saja dengan Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

“Hanya saja, yang membedakannya, PBG condong memiliki fungsi campuran yang lebih fleksibel dibandingkan IMB,”kata Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Medan Dedy Aksyari Nasution ST saat membacakan pemandangan umum fraksinya atas penjelasan kepala daerah terhadap rencana peraturan daerah (Ranperda) Kota Medan tentang persetujuan bangunan gedung di Kota Medan dalam sidang paripurna DPRD Medan di gedung dewan Jalan Kapten Maulana Lubis Medan, Selasa (4/7/2023)

Rapat dipimpin Ketua DPRD Medan Hasyim SE didampingi para Wakil Ketua seperti Ihwan Ritonga, Rajudin Sagala, dan Bahrumsyah, para pimpinan fraksi dan anggota dewan lainnya.

Hadir juga Wali Kota Medan Muhammad Bobby Afif Nasution, Wakil Wali Kota Medan Aulia Rachman, para Pimpinan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemko Medan dan Camat se Kota Medan.

Faksi Gerindra kata Dedy minta Pemerintah Kota (Pemko) Medan dalam hal ini Walikota untuk lebih tegas lagi memerintahkan bawahannya yakni dinas Perumahan Kawasan dan Permukiman, Cipta Marya dan Tata Ruang Kota Medan dan Satpol PP Medan dalam melakukan penindakan terhadap bangunan bangunan yang diketahui tidak memiliki izin PBG atau dulu dikenal dengan SIMB.

Apalagi kata Dedy pemilik bangunan sudah diberikan surat peringatan (SP), namun bangunan tetap dikerjakan, hal sejalan dengann semakin maraknya berdiri bangunan ruko atau komplek dan perumahan yang diketahui belum memiliki izin.

Dikatakan Dedy, resi atau surat pendaftaran permohonan pengurusan PBG yang dimiliki itu tidak dapat dijadikan sebagai bukti bahwa PBG sudah diurus namun belum keluar, sehingga pihak pengembang atau pemilik bangunan seolah dapat langsung mendirikan bangunannya.

“Harusnya ketika surat PBG belum dikeluarkan maka kegiatan pembangunan secara hukum belum bisa dilaksanakan. jika surat PBG itu diurus oleh pemilik bangunan atau pemilik tanah, yang mengerjakan bangunan adalah biasanya pihak kedua atau kontraktor. Sehingga pihak kontraktor tidak peduli apakah PBG pemilik bangunan atau pemilik tanah ada atau tidak.

Sementara para pekerja hanya membangun dan tidak tahu menahu mengenai PBG. Mereka hanya dikontrak untuk bekerja sesuai kesepakatan. Kalau masalah izin itu adalah kewajiban pemilik tanah atau pemilik bangunan. Artinya, ketika izin belum keluar, jangan ada pengerjaan dilakukan baik itu pengorekan pondasi, pengecoran apalagi pemasangan batubata sekalipun.

Inilah perlunya ketegasan dari Wali Kota Medan agar jangan sampai Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor izin retribusi bangunan dapat tercapai dan tidak bocor akibat kelalaian perangkat daerah mulai dari kepala lingkungan, kelurahan, kecamatan, perizinan dan Dinas Perkim serta Satpol PP Kota Medan harus sama sama melakukan pengawasan,sebut Dedy.

Tidak heran tambah Dedy, ketika ada bahan bangunan terletak di salah satu lahan yang akan dibangun atau di kompleks kepling, trantib kelurahan dan kecamatan tidak mengetahui. Dan parahnya perangkat pemerintahan yang merupakan perpanjangan tangan Wali Kota Medan tidak mengetahui,mohon penjelasan.

Untuk itu kata Dedy Fraksi Gerindra minta data berapa jumlah bangunan-bangunan yang selama ini bermasalah yang ada di Kota Medan yang sudah diberikan surat peringatan oleh dinas terkait, hal ini agar diketahui sampai sejauh mana sudah proses dan tindak lanjutnya oleh Pemko Medan. mohon penjelasan.

Dedy mengaku sangat miris ketika melihat ada bangunan yang memampangkan papan PBG dibangun sampai selesai namun ada pula bangunan dibangun tanpa ada memiliki PBG tapi tetap dibangun sampai selesai.

“Kita tidak ingin ada pilih kasih dalam proses penindakkan atau penerbitan PBG tersebut,” ungkap anggota Dewan yang duduk di Komisi IV tersebut. (red)