MEDAN ketikberita.com | Angka kemiskinan Sumatera Utara (Sumut) mengalami penurunan sebesar 0,18 poin yaitu dari 8,33 persen pada September 2022 menjadi 8,15 persen pada Maret 2023.
“Angka kemiskinan ini setara dengan 1,24 juta jiwa pada Maret 2023, atau berkurang sekitar 22,4 ribu jiwa dalam satu semester terakhir,” kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Sumut Nurul Hasanudin, Senin (17/7/2023).
Dijelaskannya, persentase penduduk miskin pada Maret 2023 di perkotaan sebesar 8,23 persen dan di perdesaan sebesar 8,03 persen.
Di perkotaan mengalami penurunan sebesar 0,40 poin, sementara di perdesaan justru naik sebesar 0,07 poin jika dibandingkan September 2022.
Berdasarkan data BPS Sumut, Garis Kemiskinan pada Maret 2023 tercatat sebesar Rp.602.999,-/kapita/bulan dengan komposisi garis kemiskinan makanan sebesar Rp.458.706,- (76,07%) dan bukan makanan sebesar Rp.144.293,- atau sekitar 23,93 persen.
Pada periode September 2022-Maret 2023, baik Indeks Kedalaman Kemiskinan ( P1) maupun Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) mengalami penurunan.
Pada Indeks Kedalaman Kemiskinan turun dari 1,411 pada September 2022 menjadi 1,261 pada Maret 2023, sementara Indeks Keparahan Kemiskinan turun dari 0,339 menjadi 0,324.
Turunnya P1 mengindikasikan adanya kecenderungan peningkatan rata-rata pengeluaran konsumsi penduduk miskin yang mampu mengikuti peningkatan garis kemiskinan.
Dengan kata lain kesenjangan pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan semakin berkurang.
Selanjutnya P2 – yang memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran konsumsi diantara penduduk miskin, turunnya indeks ini mengindikasikan berkurangnya ketimpangan pengeluaran konsumsi diantara penduduk miskin.
Atau dengan kata lain penyebaran pengeluaran konsumsi semakin baik atau merata.
Lebih lanjut dikatakan Hasanudin, secara umum, pada periode September 2012 – Maret 2023 tingkat kemiskinan di Sumut secara linier cenderung menurun meskipun terjadi fluktuasi dalam jumlah maupun persentase penduduk miskin.
Ada dua fase turun naik yang terjadi. Fase pertama dari September 2012 cenderung menurun hingga Maret 2014 dan kemudian meningkat hingga September 2015.
Fase kedua terjadi penurunan pada Maret 2016 hingga September 2019, lalu mulai meningkat pada Maret 2020 hingga September 2020.
Kenaikan tingkat kemiskinan pada fase pertama, khususnya pada Maret 2015 hingga Maret 2017 dipicu kenaikan harga barang kebutuhan pokok sebagai akibat dari kenaikan harga bahan bakar minyak.
Sementara itu, kenaikan jumlah dan persentase penduduk miskin pada fase kedua, periode Maret 2020 hingga September 2020 merupakan dampak terjadinya pandemi Covid-19 yang melanda dunia termasuk Indonesia.
Sebaliknya keadaan sejak Maret 2021 hingga Maret 2023 terjadi penurunan jumlah dan persentase penduduk miskin, hingga kembali ke level sebelum terjadinya pandemi.
Hasanudin memaparkan, hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilaksanakan pada Maret 2023 menunjukkan jumlah penduduk miskin di Sumut sebanyak 1.239,71 ribu jiwa atau sebesar 8,15 persen terhadap total penduduk provinsi ini.
Jumlah penduduk miskin tersebut menurun jika dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin pada Maret 2022 yang mencatatkan jumlah penduduk miskin sebanyak 1.268,19 ribu jiwa atau sebesar 8,42 persen.
Terjadi penurunan jumlah penduduk miskin sebanyak 28,48 ribu jiwa pada periode Maret 2022 – Maret 2023, dengan penurunan persentase penduduk miskin sebesar 0,27 poin.
Jika dibandingkan dengan keadaan semester lalu pada September 2022, dimana jumlah penduduk miskin sebanyak 1.262,09 ribu jiwa dengan persentase 8,33 persen, terjadi penurunan sebanyak 22,38 ribu jiwa dan penurunan persentase penduduk miskin sebesar 0,18 poin.
Faktor Pengaruhi Kemiskinan
Beberapa faktor yang diduga dapat berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan di Sumut pada periode September 2022-Maret 2023 antara lain adalah:
1. Perekonomian triwulan I/2023 tumbuh sebesar 4,87 persen (y-on-y) walaupun tidak setinggi triwulan III /2022 sebesar 4,97 persen (y on y )
2. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Februari 2023 sebesar 5,24 persen atau turun sebesar 0,17 persen poin dibandingkan Agustus 2022 (6,16 persen).
TPT perkotaan menurun dari 8,67 persen Agustus 2022 menjadi 6,78 persen pada Februari 2023. TPT perdesaan meningkat dari 3,11 persen pada Agustus 2022 menjadi 3,44 persen pada Februari 2023.
3. Membaiknya kondisi ketenagakerjaan yang juga tercermin dari peningkatan proporsi pekerja formal. Tren pekerja formal meningkat dari 40,93 persen menjadi 42,38 persen pada Februari 2023.
Jika dilihat berdasarkan wilayah, pekerja formal perkotaan meningkat 46,25 persen pada Agustus 2022 menjadi 54,42 persen pada Februari 2023.
Sedangkan pekerja formal di perdesaan menurun 32,94 persen pada Agustus 2022 menjadi 28,88 persen pada Februari 2023.
4. Nilai Tukar Petani (NTP) secara umum meningkat di Maret 2023 yakni sebesar 127,40.
NTP tertinggi dari Subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat sebesar 165,25. Namun NTP di Sub Sektor Hortikultura sebesar 86,67 (turun sebesar 3,33 persen) dibanding Februari 2023.
Hal ini mengindikasikan bahwa daya beli petani di perdesaan sedikit menurun. (red)