MEDAN ketikberita.com | Lampu jalan Kota Medan atau yang biasa disebut ‘lampu pocong’ belakangan menjadi sorotan publik pasca Wali Kota Medan Bobby Nasution menyebut proyek tersebut total loss atau proyek gagal. Anggaran proyek lampu ini senilai Rp 25,7 miliar. Gagalnya proyek tersebut, membuat Bobby Nasution meminta dinas terkait untuk menagih uang proyek ke kontraktor yang telah diberikan Pemko Medan sebesar Rp 21 Miliar.
Menanggapi polemik masalah proyek gagal lampu pocong ini, Kepala KPPU Kanwil I, Ridho Pamungkas, menyebutkan bahwa persoalan kegagalan suatu proyek pelaksanaan pekerjaan dapat dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti kurangnya perencanaan yang matang, kurangnya pengawasan, ketidakmampuan pelaksanaan, kesalahan manajemen, kekurangan sumber daya, perubahan regulasi ataupun juga dapat terjadi karena adanya persekongkolan dalam tender.
Beberapa indikasi adanya persekongkolan dalam proses tender dalam kasus kegagalan suatu proyek yang dapat dicermati antara lain Pertama, Ketidaksesuaian antara pemenang tender dan kapabilitasnya, dimana pemenang tender tidak memiliki pengalaman atau kapabilitas yang memadai untuk menyelesaikan proyek yang diberikan.
Kedua, adanya pelanggaran prosedur dalam tender dimana pokja mengabaikan proses evaluasi yang objektif, sehingga menghasilkan pemenang yang tidak qualified. Dan yang ketiga, adanya kelemahan dalam pengawasan pelaksanaan pekerjaan di lapangan.
Dari penelusuran di LPSE terkait Proyek Penataan Lansekap pada Satker Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Medan, diketahui bahwa terdapat delapan paket pekerjaan sejenis untuk delapan ruas jalan yang ditenderkan dan dikerjakan oleh enam kontraktor, yakni Biro Teknik Bangunan dan CV Asram sebagai pemenang untuk dua paket pekerjaan, CV Eka Difa Putera, PT Triva Mangun Mandiri, CV. Sinar Sukses Sempurna dan CV Sentra Niaga Mandiri.
Terkait persoalan adanya pemecahan paket untuk pekerjaan sejenis, Ridho menilai hal tersebut tidak menjadi persoalan demi mengakomodir pelaku usaha kecil, sepanjang pemecahan paket tersebut bukan bertujuan untuk menghindari tender dengan cara penunjukkan langsung.
Namun demikian, Ridho menemukan adanya kejanggalan dalam proses pelaksanaan tender yang tayang di LPSE, dimana pada masing-masing paket pekerjaan hanya, ada satu perusahaan yang memasukan dokumen penawaran.
Semestinya di akhir tahun 2022 pihak pemko sudah bisa putus kontrak dengan kontraktor, alasannya salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya yang telah disepakati dalam kontrak tender, seperti tidak memenuhi tenggat waktu yang ditetapkan, tidak menyediakan kualitas yang diharapkan, tidak mampu atau tidak dapat melaksanakan pekerjaan sesuai dengan persyaratan kontrak, termasuk ketidakmampuan finansial, masalah keahlian teknis, atau pelanggaran peraturan atau persyaratan hukum lainnya. Ini udah diperpanjang 50 hari masih gak mampu nyelesaiin juga.
“Secara detail kami belum mengetahui mengapa hanya ada satu penawaran dari masing-masing paket. Bahkan pemenang pada satu paket, dia tidak memasukan penawaran pada paket yang lain. Atau dapat dikatakan tidak terjadi persaingan dalam tender tersebut dan seolah-olah tender telah dikondisikan” pungkas Ridho. (red)