YOGYAKARTA ketikberita.com | Sub Holding PTPN III (Persero), PTPN IV PalmCo berkolaborasi bersama Gadjah Mada Agro Expo Fakultas Budidaya Pertanian UGM mengadakan talk show yang mengupas tuntas sawit dan manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari hingga kontribusinya bagi Indonesia.
Dengan tajuk “Unveiling Palm Oil: Indonesia’s Green Gold,” lebih dari 500 mahasiswa, pelajar, dan masyarakat umum berpartisipasi dalam seminar yang digelar di Gelanggang Inovasi dan Kreativitas dari kampus tertua di Indonesia tersebut, beberapa waktu lalu
Direktur Utama PTPN IV PalmCo Jatmiko K. Santosa dalam paparannya menyebutkan bahwa peran tanaman yang berasal dari Afrika Barat dan Tengah ini, sangat besar bagi ketahanan pangan dan energi nasional.
“Sawit adalah anugerah. Tidak hanya bagi pelaku sawit seperti kami, tapi bagi seluruh Indonesia. Sawit adalah salah satu penopang ekonomi bangsa. Bahkan saat perekonomian dunia terganggu akibat covid 19 lalu, Indonesia mampu bertahan diantaranya karena (didukung) sawit. Tapi malah di negara kita sendiri banyak sekali yang berpandangan buruk terhadap komoditas ini,” buka Jatmiko.
Padahal menurut pria 53 tahun tersebut, mitos yang beredar tentang sawit tersebut terbantahkan dengan fakta-fakta yang ada.
“Disadari atau tidak, 24 jam sehari, 7 hari seminggu, barang-barang yang kita pergunakan hampir dalam seluruh aktivitas kita memiliki unsur sawit di dalamnya. Sawit bukan hanya minyak goreng atau pangan, tapi juga telah berkembang hingga ke bidang energi,” katanya.
Salah satu mitos yang terbantahkan dengan fakta yang ada diantaranya terkait isu sawit sebagai penyebab deforestasi Indonesia, sumber penipisan ozon dunia, hingga sawit boros air dan penyebab kekeringan.
“Jika kita melihat data, pertumbuhan areal perkebunan sawit itu dari tahun 1985 sampai dengan 2023, porsinya hanya 17% dari total kawasan non hutan Indonesia secara keseluruhan. Kemudian angka Global Forest Watch juga memperlihatkan deforestasi Indonesia periode 2015 – 2022 merupakan yang terkecil di dunia,” terang Jatmiko.
“Lalu penelitian PASPI 2016 menunjukkan, dalam 1 hektar yang sama, kebun sawit melepaskan kurang lebih 18 ton oksigen dan menyerap 64 ton karbon dioksida. Sedangkan kemampuan hutan premier sendiri melepas 7 ton O2 dan menyerap sekitar 42 ton CO2. Sehingga fakta-fakta ini jelas bertentangan dengan mitos yang ada,” sebutnya lagi.
Untuk sawit yang dikatakan tanaman boros air, dirinya menampik hal tersebut dengan menyajikan informasi volume air yang dikonsumsi komoditas pertanian dalam menghasilkan energi dan perbandingan transpirasinya.
“Kebutuhan air dalam satuan yang sama yakni meter kubik per giga joule energi, sawit itu adalah tanaman peringkat kedua yang paling hemat menggunakan air setelah tebu, yaitu rata-rata 75 m3/GJ. Bunga matahari, kedelai, jagung, sampai rapeseed itu semua konsumsi airnya jauh lebih besar. Bahkan Rapeseed yang ditanam di Eropa dan memproduksi minyak kanola itu rata-rata membutuhkan air 184 m3/GJ,” beber Jatmiko.
Lebih jauh memang dirinya mengakui, jika membahas budidaya berkelanjutan yang memperhatikan aspek people dan planet, masih terdapat pelaku perkebunan sawit yang tidak mengindahkan kaidah-kaidah sawit berkelanjutan.
“Namun kita juga tidak menutup mata, masih ada pelaku sawit yang belum sustainable dalam menjalankan usahanya. Tidak memperhatikan nilai konservasi tinggi atau berkonflik dengan fauna. Untuk itu ini menjadi pekerjaan rumah kita seluruh pemangku kepentingan agar penerapan budidaya sawit yang lestari melalui kepatuhan atas aturan dan standar yang ada, dapat diterapkan lebih massive,” ujar Jatmiko.
Mitos vs Fakta Sawit bidang kesehatan dan ekonomi
Selain isu lingkungan, mitos lain yang sering ditujukan kepada sawit mengandung kolesterol yang berbahaya bagi tubuh. Untuk itu Jatmiko mengungkapkan bahwa sejauh ini tidak ada bukti dari ahli gizi yang menyatakan minyak sawit mengandung kolesterol. Kolesterol hanya dihasilkan oleh hewan dan manusia.
“Bahkan saat ini minyak sawit yang diolah menjadi minyak makan merah, itu kandungan provitamin A karotennya 15 kali lipat dibanding wortel, 44 kali lipat dibanding sayuran hijau, dan 300 kali lebih tinggi dari tomat,” tukasnya.
Di bidang ekonomi, untuk isu bahwa sawit bersifat ekslusif dan hanya dinikmati segelintir orang, mantan Direktur Utama PTPN V sebelum restrukturisasi ini menyatakan sawit memiliki dampak luar biasa bagi perekenomian Indonesia. Dimana perubahan dalam pengeluaran sektor sawit menghasilkan perubahan yang lebih besar lagi dalam pendapatan nasional secara keseluruhan.
“Indeks multiplier output perkebunan sawit itu mencapai 1,71. Indeks multiplier pendapatannya, 1,79, kemudian indeks nilai tambah 1,59 dan indeks tenaga kerja sebesar 2,64. Bandingkan dengan indeks sektor ekonomi nasional lain rata-rata dibawah satu!” imbuh Jatmiko.
Indeks dampak multiplier tersebut tercermin dari peningkatan jumlah tenaga kerja yang terlibat di perkebunan sawit, dari 2,1 juta orang ditahun 2021 meningkat drastis hingga lebih dari 16 juta orang tenaga kerja ditahun 2023. Jumlah yang tinggi tersebut berbanding lurus pula dengan rata-rata pendapatan petani sawit yang jauh lebih besar dibanding rata-rata komoditas pertanian/perkebunan lainnya.
Dan terkait sawit rakyat, PalmCo yang pernah terpilih sebagai perusahaan perkebunan dengan pola kemitraan terbaik antara korporasi dengan petani, menaruh konsentrasi tinggi untuk membantu peningkatan kesejahteraan petani melalui peningkatan produktivitas.
“Bagi kami PTPN, tumbuh berkembang bersama petani sawit merupakan khittah kami sebagai perusahaan negara,” ucapnya.
Dan hal tersebut diwujudkan melalui inisiatif nyata dalam berbagai program sawit rakyat mulai dari peremajaan, penyediaan bibit unggul, hingga program tumpang sari padi di lahan PSR.
“Fokus kita untuk mendorong produktivitas petani dilaksanakan melalui berbagai program. Ada peremajaan sawit rakyat berbagai pola seperti single management dan pola offtaker. Perusahaan juga telah mendistribusikan lebih dari 5,6 juta bibit bersertifikat bagi petani. Yang terbaru sudah diluncurkan project penanaman padi gogo intercropping di lahan tanam ulang sawit rakyat,” jelas Jatmiko.
Baginya, seluruh upaya itu merupakan hasil kolaborasi banyak pihak demi tujuan besar untuk menjadikan sawit sebagai kebanggaan di negerinya sendiri dan terus menebar banyak manfaat bagi Indonesia.
“Pastinya banyak sekali mitos yang harus sama-sama kita cross check kebenarannya. Tapi yang jelas, sawit menjadi anugerah bagi kita semua. Kalau bukan kita, siapa lagi yang menjaga dan mendukung perkebunan sawit Indonesia yang sustainable ini?” tanya Jatmiko retoris.
“Dengan partisipasi aktif dan keterlibatan berbagai pihak, kegiatan seperti ini diharapkan dapat menjadi langkah awal yang konstruktif dalam membangun kesadaran dan dukungan terhadap keberlanjutan industri kelapa sawit sebagai aset strategis Indonesia,” tutupnya.
Gadjah Mada Agro Expo diselenggarakan bersamaan dengan momen dies natalis UGM. Menyertakan beberapa pembicara dalam talkshownya dan menampilkan berbagai pertunjukan seni hingga pameran nitilaku atau napak tilas dari salah satu fakultas terbaik di Indonesia tersebut. (r/red)