OJK Sosialisasi Tentang Jaminan Fidusia pada Perusahaan Pembiayaan Pasca Putusan MK No 2/PUU-XIX/2021

257

MEDAN ketikberita.com | Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus meningkatkan pemahaman terkait jaminan fidusia khususnya setelah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 2/PUU-XIX/2021 melalui kegiatan Sosialisasi Jaminan Fidusia kepada perusahaan pembiayaan, aparat penegak hukum, konsumen dan masyarakat di wilayah Sumatera Utara.

Sosialisasi Jaminan Fidusia diselenggarakan secara hybrid dengan lokasi kegiatan offline bertempat di Kota Medan dan secara online dilakukan melalui Zoom Meeting, Selasa (27/9/22).

Hadir membuka kegiatan tersebut adalah Untung Santoso selaku Direktur Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan OJK mewakili Yusup Ansori selaku Kepala OJK Regional 5 Sumatera Bagian Utara, turut serta memberikan sambutan Yustianus Dapot selaku Direktur Pengawasan Lembaga Pembiayaan OJK.

Kegiatan tersebut menghadirkan beberapa narasumber, yaitu Afri Leonardo dari Direktorat Perdata Kementerian Hukum dan HAM, Suwandi Wiratno selaku Ketua Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia, dan Kombes Pol Antonius Agus Rahmanto SIK M.Si dari Kepolisian Republik Indonesia, juga turut mengundang perwakilan dari industri Perusahaan Pembiayaan (perwakilan Forum Komunikasi Daerah wilayah Sumatra Utara), perwakilan Kepolisian Daerah dan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, serta perwakilan dari internal OJK sebagai peserta sosialisasi.

Untung Santoso dalam sambutannya menyampaikan bahwa kinerja perusahaan pembiayaan di Provinsi Sumatera Utara saat ini dalam kondisi yang stabil dan bertumbuh, terlihat dari jumlah piutang pembiayaan yang telah disalurkan oleh Perusahaan Pembiayaan di Provinsi Sumatera Utara untuk posisi Juli 2022 sebesar Rp 17,09 Triliun atau meningkat sebesar 9,60% secara year on year.

Adapun tingkat piutang bermasalah atau Non Performing Financing Perusahaan Pembiayaan tercatat sebesar 1,90%, menunjukkan perbaikan dibanding posisi tahun lalu di bulan Juli 2021 yang tercatat sebesar 3,00%.

“Salah satu hal yang cukup mendapatkan perhatian dari masyarakat pada industri perusahaan pembiayaan adalah terkait penarikan kendaraan oleh debt collector Perusahaan Pembiayaan, terutama pada saat awal pandemi COVID-19 terjadi di Indonesia, untuk itu kami menyelenggarakan sosialisasi pada hari ini untuk menciptakan pemahaman yang komprehensif atas konsep jaminan fidusia yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan”, ujar Untung Santoso.

Yustianus Dapot dalam sambutannya juga menyampaikan bahwa industri pembiayaan di Indonesia masih mampu bertahan selama pandemi dan kembali menunjukkan pertumbuhan positif pada pertengahan tahun 2022. Adapun perkembangan industri pembiayaan secara Nasional dilihat dari total piutang pembiayaan periode Juli 2022 sebesar Rp384,63 triliun atau mengalami kenaikan sebesar 7,12% dari periode Juli 2021 sebesar Rp359,06 triliun.

Dari sisi rasio pembiayaan bermasalah (Non Performing Financing Netto) masih relatif terkendali di angka 0,75% atau lebih baik dibandingkan periode sebelumnya (Juli 2021) yang mencapai 1,23%.

Disisi lain, OJK cukup banyak menerima pengaduan terkait dengan penarikan kendaraan oleh Perusahaan Pembiayaan. Salah satu penyebabnya, adalah rendahnya pemahaman Debitur akan isi perjanjian pembiayaan termasuk mengenai hak dan kewajiban masing-masing pihak, terutama pasca terbitnya Putusan MK Nomor 18/PUUXVII/2019 dan Nomor 2/PUU-XIX/2021. Selain itu, permasalahan lainnya terkait dengan penagihan antara lain debt collector belum tersertifikasi, tidak memiliki dokumen pendukung seperti surat tugas dan copy sertifikat fidusia, serta adanya debt collector yang melakukan tindakan kekerasan.

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 2/PUU-XIX/2021 pada pokoknya menyatakan “Adapun pelaksanaan eksekusi sertifikat jaminan fidusia melalui pengadilan negeri sesungguhnya hanyalah sebagai sebuah alternatif yang dapat dilakukan dalam hal tidak ada kesepakatan antara kreditur dan debitur baik berkaitan dengan wanprestasi maupun penyerahan secara sukarela objek jaminan dari debitur kepada kreditur.

Sedangkan terhadap debitur yang telah mengakui adanya wanprestasi dan secara sukarela menyerahkan objek jaminan fidusia, maka eksekusi jaminan fidusia dapat dilakukan oleh kreditur atau bahkan debitur itu sendiri.”

Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 2/PUU-XIX/2021 diharapkan dapat memberikan pandangan yang sama antara debitur dan kreditur dalam memahami proses eksekusi jaminan fidusia.

Disisi lain, debitur diharapkan memiliki pemahaman yang baik akan isi perjanjian pembiayaan termasuk mengenai hak dan kewajiban masing-masing pihak termasuk kewajiban untuk melakukan pembayaran angsuran secara tepat waktu sesuai besaran dan tanggal yang telah disepakati dengan Perusahaan Pembiayaan.

Perusahaan Pembiayaan juga agar dapat lebih transparan dalam menuangkan hak dan kewajiban masing-masing pihak dalam perjanjian pembiayaan sesuai dengan klausula minimum yang harus ada di perjanjian pembiayaan, sehingga Debitur dapat dengan mudah memahami isi perjanjian.

Di sisi lain, dalam melakukan penagihan perusahaan pembiayaan hendaknya memenuhi ketentuan yaitu debitur terbukti wanprestasi, debitur sudah diberikan surat peringatan, dan Perusahaan Pembiayaan memiliki sertifikat jaminan fidusia, sertifikat hak tanggungan, dan/atau sertifikat hipotek.

Selain itu, OJK juga memperkuat aspek regulasi baik di sisi pengawasan dan perlindungan konsumen sehingga permasalahan pada jaminan fidusia dapat diminimalisir, nasabah terlindungi, dan industri pembiayaan dapat tumbuh dengan mengedepankan praktik usaha yang sehat.

OJK juga telah menyediakan Layanan Pengaduan Konsumen di Sektor Jasa Keuangan sebagaimana diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 18/POJK.07/2018. Layanan ini dapat diakses secara online melalui www.kontak157.ojk.go.id ataupun melalui hotline 157. Adapun layanan informasi terkait kegiatan dan perkembangan jasa keuangan di Sumatera Utara dapat diakses melalui akun instagram @ojk_sumut. (r/red)