Ketua KPPU Sampaikan 4 Strategi Kepada Menkop UKM untuk Efektifitas Pengawasn Kemitraan UMKM Indonesia

147

JAKARTA ketikberita.com | Indonesia membutuhkan adanya regulasi yang melindungi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dalam bertransaksi di pasar digital, sinergitas atau
integrasi dalam pendataan kemitraan, peningkatan efek jera bagi pelanggar kemitraan, serta
peningkatan edukasi bagi pelaku UMKM.

Kesimpulan ini ditekankan Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), M. Fanshurullah Asa, dalam pertemuannya dengan Menteri Koperasi dan UKM (Menkop UKM), Teten Masduki, yang dilaksanakan hari ini di Kantor Kementerian Koperasi dan UKM Jakarta. Keempat strategi diatas sejalan dengan prioritas pemerintah untuk mendorong jumlah kemitraan UMKM, pemanfaatan platform digital oleh UMKM dalam bertransaksi, serta meningkatkan digitalisasi layanan pemerintahan.

Dalam pertemuan yang turut dihadiri oleh jajaran Anggota KPPU, seperti Budi Joyo
Santoso, Moh. Reza, Eugenia Mardanugraha, Gopprera Panggabean, dan Hilman Pujana
tersebut, Ketua KPPU menggarisbawahi bahwa pentingnya meningkatkan dan melindungi
kemitraan UMKM.

Dijelaskan bahwa UMKM memainkan peranan penting dalam perekonomian nasional. Karena dengan jumlahnya yang mencapai 64,2 juta, UMKM mampu berkontribusi terhadap 61% produk domestik bruto Indonesia dengan nilai Rp8.573,89 triliun.

UMKM juga mampu menyerap 97% total angkatan kerja dan menarik hingga 60% total
investasi di Indonesia. Untuk itu penting bagi Pemerintah untuk mengembangkan daya saing
UMKM di pasar domestik dan global melalui kemitraan.

Ketua KPPU juga mencatat bahwa pengelolaan kemitraan UMKM berada di berbagai
Kementerian/Lembaga dan pemerintah provinsi, sesuai dengan tugas dan kewenangannya.

Pengelolaan tersebut lebih diarahkan pada peningkatan jumlah UMKM yang bermitra,
khususnya akses pada modal maupun pasar. Saat ini, dari target 11% UMKM telah menjalin
kemitraan pada tahun 2024, baru terealisasi 7%. Artinya dibutuhkan strategi bagi akselerasi
dan peningkatan sinergi antar Kementerian/Lembaga untuk mencapai target tersebut.

Ada 4 (empat) strategi yang dikemukakan Ketua KPPU, yakni pembuatan regulasi
yang melindungi UMKM dalam bertransaksi di pasar digital, integrasi pendataan kemitraan,
peningkatan efek jera bagi pelanggar kemitraan, serta peningkatan edukasi bagi UMKM
terkait kemitraan.

KPPU menilai bahwa salah satu cara untuk meningkatkan daya saing UMKM di pasar
domestik dan global adalah menggunakan akses ke teknologi. Dari target 50% (atau 32,1
juta) dari UMKM Indonesia telah go-digital pada tahun 2024, telah terpenuhi sekitar 24,8 juta
UMKM yang go-digital. Tahun ini diproyeksikan mencapai 30 juta UMKM.

Dengan meningkatnya penggunaan teknologi ini, semakin meningkat kebutuhan UMKM untuk
dilindungi di pasar digital tersebut. Untuk itu menurut Ketua KPPU, dibutuhkan suatu regulasi
atau peraturan perundang-undangan yang mampu melindungi UMKM dalam memasarkan
produknya di pasar digital.

“Regulasi ini dibutuhkan dalam mencegah praktik monopoli, penyalahgunaan data, maupun
penyalahgunaan posisi dominan oleh pemilik platform. Berbagai negara telah mengadopsi hal
tersebut, seperti Eropa, Korea Selatan, dan Thailand. Indonesia patut memiliki peraturan
serupa dalam melindungi UMKM kita dalam bersaing dalam pasar digital”, jelas Ketua KPPU.

Perlindungan UMKM di pasar digital juga sangat penting jika dilihat pada sisi
perlindungan data, karena produk UMKM rentan untuk ditiru. Terlebih baru 11% UMKM
Indonesia hingga tahun 2023 yang telah mendaftarkan produk-produk hasil kekayaan
intelektual ciptaannya. Oleh karenanya, Ketua KPPU mendorong Menteri Koperasi dan UKM
agar regulasi atau peraturan perundang-undangan untuk melindungi UMKM di pasar digital
patut disegerakan.

“Peraturan perundang-undangan, seperti undang-undang atau pada tahap awal, peraturan
Menteri untuk melindungi pelaku UMKM di pasar digital patut disegerakan”, tegas Ketua
KPPU.

Strategi kedua, diperlukannya pendataan atas kemitraan sebagai bagian dari integrasi
sistem perizinan berusaha. Saat ini baru ada sekitar 5,8% UMKM yang memiliki nomor induk
berusaha. Kondisi ini akan mempersulit pengawasan atas kemitraan, terlebih karena tidak
ada pencatatan atau pendataan atas kemitraan yang dilakukan UMKM.

Untuk itu, KPPU berpendapat bahwa, selain melakukan integrasi sistem perizinan berusaha bagi UMKM, Pemerintah juga perlu melakukan pendataan atas kemitraan sebagai bagian dari integrasi sistem perizinan berusaha tersebut agar pengawasan kemitraan berjalan lebih efektif.

Ketua KPPU juga menggarisbawahi bahwa selama lima tahun terakhir, baru 55
persoalan kemitraan ditangani oleh KPPU, sebagian besar berkaitan dengan kemitraan inti
plasma. Masih banyak potensi pelanggaran kemitraan yang mungkin terjadi. Dengan sumber
daya KPPU yang terbatas, dibutuhkan upaya yang lebih tegas bagi pelanggaran kemitraan
agar tercipta efek jera bagi pelaku usaha yang melanggar.

Namun besaran denda yang ditetapkan Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2013 masih sangat rendah, yakni maksimal Rp5 miliar bagi pelaku usaha menengah atau Rp10 miliar bagi pelaku usaha besar. Untuk itu sebagai strategi ketiga, KPPU menilai diperlukan adanya revisi peraturan pemerintah atas pasal sanksi tersebut.

Sebagai strategi keempat, KPPU berpendapat bahwa, upaya pencegahan melalui
edukasi dan pendampingan kepada UMKM atas pelaksanaan kemitraan juga perlu
ditingkatkan. Salah satu caranya adalah dengan memperkenalkan adanya profesi penyuluh
kemitraan, yang akan turun ke lapangan untuk mengedukasi UMKM dalam melaksanakan
kemitraannya, baik pada aspek legalitas maupun pendidikan atas prinsip-prinsip kemitraan
serta hak dan kewajiban pelaku usaha dalam bermitra.

Dalam pertemuan, Menkop UKM mengamini pandangan KPPU tersebut, khususnya
pada aspek pasar digital maupun peningkatan kualitas kemitraan. Untuk itu Menkop UKM
mengusulkan agar sinergi KPPU ke depan diarahkan pada perdagangan elektronik,
pengawasan atas kemitraan dalam belanja Pemerintah, pengawasan komitmen porsi
kemitraan di sektor sawit, sinergi pendataan, maupun peningkatan kualitas kemitraan agar
kemitraan yang dibuat tidak hanya sekedar charity dari pelaku usaha besar.

Kedua pihak yakin bahwa perlindungan UMKM, kemitraan yang berkualitas, dan
efektifitas pelaksanaan kemitraan dapat berjalan secara simultan, sehingga mampu
memberikan dampak positif bagi perkuatan fundamental perekonomian nasional. (r/red)

Artikulli paraprakPemkab Nias Bersama Perwakilan Biro Hukum Setda Provsu Dan Seluruh Peserta dari Kabupaten/Kota se-Kepulauan Nias Gelar Rapat Kordinasi
Artikulli tjetërDewan Pembina Lembaga PON Dukung Pj Gubernur Sumut Warning OPD Tidak Main-main Soal PON XXI