Home / Ketik Berita / Provinsi / Aceh / “Ketika Hak Berakhir, Suara Rakyat Menggema: Warga Aceh Singkil Patok Lahan PT Socfindo”

“Ketika Hak Berakhir, Suara Rakyat Menggema: Warga Aceh Singkil Patok Lahan PT Socfindo”

ACEH SINGKIL ketikberita.com | Di Desa Pandan Sari, Kecamatan Simpang Kanan, langkah puluhan warga perlahan menapak tanah yang mereka sebut sebagai warisan tak tertulis dari para leluhur. Hari itu, Selasa (9/9/2025), mereka mematok lahan yang selama puluhan tahun menjadi bagian dari kebun kelapa sawit PT Socfindo.

Namun bukan tanpa alasan mereka turun tangan sendiri. Sebab, sejak Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan berakhir pada 31 Desember 2023, tanah tersebut, menurut warga, sudah semestinya dikembalikan kepada masyarakat.

Ukuran lahan yang dipatok mungkin tak seberapa—sekitar 10 x 50 meter. Namun maknanya jauh melampaui angka.

“Kami tidak sedang mencuri. Kami hanya menjaga hak kami yang telah terlalu lama dipinggirkan,” ungkap seorang warga, matanya menatap lurus ke arah petak tanah yang kini telah diberi tanda batas kayu.

Ketegangan sempat mengemuka saat Asisten Kepala PT Socfindo, Horas Simamora, tiba di lokasi bersama dua anggota Komisi II DPRK Aceh Singkil, Juliadi Bancin dan Warman. Kehadiran mereka, alih-alih menenangkan situasi, justru memicu kekecewaan.

“Kalau Bapak tidak bisa memberi solusi konkret, lebih baik panggil pimpinan Bapak datang langsung,” cetus salah satu warga dengan nada tegas namun terukur.

Dalam keterangannya, Simamora menyebutkan bahwa permohonan perpanjangan HGU sudah diajukan ke pemerintah pusat.

“Perusahaan telah memenuhi seluruh persyaratan administratif. Saat ini kami menunggu proses di tingkat pusat,” jelasnya.

Namun bagi warga, proses hukum tidak boleh dijadikan alasan untuk terus memanen hasil dari tanah yang legalitasnya sedang dalam kekosongan.

“Kami pernah mengambil brondolan sawit satu karung, lalu dituduh mencuri. Tapi perusahaan bisa terus panen tanpa izin. Siapa sebenarnya yang melanggar hukum?” ujar warga lain, menyuarakan keprihatinan yang mendalam.

Ketua Komisi II DPRK Aceh Singkil, Juliadi Bancin, menyatakan bahwa pemerintah daerah, khususnya Bupati Safriadi Oyon, harus segera mengambil langkah tegas.

“Kami menyesalkan sikap PT Socfindo yang mengabaikan keresahan warga. Sebelumnya mahasiswa sudah dua kali turun ke jalan. Kini masyarakat sendiri yang bergerak. Ini sinyal kuat bahwa ada masalah yang tak boleh lagi diabaikan,” katanya.

Tak hanya soal HGU, Juliadi juga menyinggung dugaan pelanggaran tata ruang oleh perusahaan. Berdasarkan Qanun Nomor 2 Tahun 2013, lokasi pabrik PT Socfindo sudah masuk dalam kawasan perkotaan, namun masih dioperasikan tanpa menyesuaikan dengan aturan daerah.

Hal ini ditegaskan kembali oleh Warman. “Perusahaan tampaknya enggan patuh terhadap kebijakan lokal. Ini bukan hanya pelanggaran hukum, tapi juga bentuk pelecehan terhadap kedaulatan daerah,” ujarnya.

Situasi yang terjadi di Aceh Singkil bukan hanya persoalan administratif. Ini adalah potret tarik-menarik antara kepentingan investasi dan keadilan agraria.

“Kami hanya ingin hidup tenang di tanah kami sendiri. Kami tidak ingin konflik, tapi juga tak bisa terus diam,” kata seorang ibu yang ikut dalam aksi pematokan, sambil memeluk anak kecil di pinggir kebun.

Kini, bola panas ada di tangan pemerintah. Di tengah gema tuntutan warga dan ketidakpastian status hukum lahan, satu hal menjadi terang: tanah bukan hanya soal izin, tapi juga tentang rasa memiliki. (R84)