Ibnu Jandi: Pemindahan RKUD Pemda ke Bank Banten Bisa Berdampak Instabilitas Daerah

147

TANGERANG (Banten) ketikberita.com | Ibnu Jandi, Pemerhati Kebijakan Publik menilai rencana pemindahan rekening kas umum daerah (RKUD) 8 kabupaten/kota se-Provinsi Banten dari Bank BJB ke Bank Banten sebaiknya ditolak saja.

Diinformasikan RKUD merupakan rekening tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh kepala daerah untuk menampung seluruh penerimaan daerah dan membayar seluruh pengeluaran daerah.

Ibnu Jandi yang memberikan keterangan pers di kawasan perkantoran Cikokol, Sabtu (3/8/2024), mengatakan Bank Banten belum memiliki sarana-prasarana memadai sepeti layaknya Bank BJB, yang sudah puluhan tahun bermitra dengan pemerintah daerah se-Banten.

“Pemindahan RKUD akan berdampak kepada seluruh sektor pembangunan di 8 daerah tersebut, sebut saja seperti gaji pegawai/ASN, pembiayaan proyek pembangunan, insentif, bansos, dan lain-lain,” ujarnya.

Pemindahan RKUD bukan hanya sekedar pemindahan buku saja, tetapi akan berdampak kepada stabilitas keuangan, stabilitas politik, stabilitas ekonomi, stabilitas sosial, dan lain-lain.

Beberapa dampak yang akan terjadi jika terjadi pemindahan itu antara lain: hilangnya deviden dari BJB, hilangnya alokasi CSR BJB, hilangnya pelayanan monitoring transaksi pajak daerah (tapping box), hilangnya kolaborasi program insentif untuk kader posyandu, kader PSM, dan lain-lain.

Kemudian adalagi yang akan terdampak seperti sejumlah MoU atau perjanjian kerjasama (PKS) antara BJB dan sejumlah Pemda se-Tangerang Raya. Di antaranya MoU terkait layanan penerimaan PBB-P2 dan BPHTB, MoU terkait layanan penyimpanan uang daerah, MoU terkait layanan penerimaan setoran pajak daerah, dan sejumlah MoU lainnya.

Ibnu Jandi yang merupakan mantan ASN Pemkot Tangerang di bidang keuangan itu, menambahkan, salah satu contoh, di Kabupaten Lebak yang telah melakukan pemindahan RKUD ke Bank Banten, dan ternyata malah menimbulkan masalah. Misalnya gaji ASN terhambat akibat fasilitas ATM kurang memadai, akibatnya antrian panjang mengular di kantor cabang bank itu di Lebak.

“Contoh di Lebak, merupakan bukti Bank Banten masih belum profesional dan belum siap untuk menjadi sebuah bank pembangunan daerah,” tambahnya.

Untuk itu, dia mengimbau kota/kabupaten lainnya di Banten agar tidak memindahkan RKUD-nya ke Bank Banten, terutama daerah Tangerang Raya.

“Saya sebagai warga meminta jangan pindahkan RKUD ke Bank Banten, hal ini bisa membahayakan stabilitas politik anggaran daerah di masing-masing kabupaten/kota se-Banten,” ungkap Ibnu Jandi.

ABUSE OF POWER

Diketahui, baru dua daerah di Banten yang telah melakukan pemindahan RKUD ke Bank Banten yaitu Kabupaten Lebak dan Kota Serang, sementara 6 kota/kabupaten lainnya belum melakukan pemindahan RKUD.

Pemindahan RKUD itu berdasar Instruksi Mendagri No 900.1.13.2/1756/32 Tahun 2024 tentang Bank Banten dan Perda Provinsi Banten No 5 Tahun 2023 tentang Pendirian Perseroan Terbatas Bank Pembangunan Daerah Banten.

Menurut Ibnu Jandi, dalam proses pembentukan Perda pendirian Bank Banten tersebut tidak melibatkan 8 kabupaten/kota se-Banten. Lalu kebijakan dalam Inmendagri tersebut yang mewajibkan kabupaten/kota se-Banten mendukung permodalan Bank Banten, dinilai Ibnu Jandi sebagai bentuk penyalahgunaan wewenang (abuse of power).

“Abuse of power, karena seharusnya kebijakan tentang tata kelola keuangan negara dan daerah itu adanya di Menteri Keuangan,” jelasnya.

Kemudian Ibnu Jandi juga mengungkapkan data menunjukkan Bank Banten dalam keadaan yang tidak sehat. Posisi keuangan Bank Banten pada 2020 tercatat mengalami kerugian sedikitnya Rp 300 Miliar, dan pada 2021 tercatat rugi sedikitnya Rp 265 Miliar.

“Kebijakan Mendagri dan kebijakan Pj Gubernur Banten ingin memajukan Bank Banten dengan mengorbankan stabilitas Bank BJB, itu namanya menyelesaikan masalah dengan masalah,” pungkas Ibnu Jandi. (mir)

Artikulli paraprakPj. Bupati Aceh Singkil Himbau Seluruh ASN dan Aparatur Desa Tidak Terlibat Politik Praktis Dalam Pemilihan Kepala Daerah
Artikulli tjetërKetua KPPU: Ritel Niaga Liquid Natural Gas (LNG) Tidak Boleh di Monopoli