MEDAN ketikberita.com | Era digitalisasi yang massif terjadi saat ini memungkinkan adanya perilaku diskriminasi misalnya pemberian fasilitas tertentu kepada salah satu platform ekonomi digital.
Bentuk lain dapat berupa eksploitasi terhadap usaha berbeda, seperti platform terhadap supplier atau eksploitasi antar platform.
Diskriminasi ini tidak dapat dihindari. Lebih lanjut, Predatory pricing (praktik jual rugi) menjadi strategi bisnis yang dianggap sesuai untuk memenangkan pasar. E-commerce maupun start-up berlomba-lomba menjual barang dengan harga rendah dengan memberikan diskon serta kualitas dan pelayanan terbaik, dampaknya pada konsentrasi pasar terhadap persaingan yang akan mengakibatkan iklim usaha tidak sehat.
Menyikapi isu persaingan usaha tidak sehat yang kemungkinan terjadi di platform ekonomi digital, Tim Pengabdian Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara berkolaborasi dengan University of New South Wales, Sidney-Australia dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Kantor Wilayah I, mengadakan kegiatan pengabdian Masyarakat skema kolaborasi Internasional dalam bentuk diskusi terfokus berjudul “Competition Law Approach to Digital Economy Development: Sharing Experience in Indonesia and Australia”.
Kegiatan yang dilakukan secara hybrid di Ruang DPF FH USU Rabu (24/7/2024) menghadirkan pembicara antara lain mitra pengabdian yaitu Professor Deborah Healey dari School of Private & Commercial Law UNSW, Sidney-Australia yang hadri secara daring, Ridho Pamungkas sebagai Kepala Kantor Wilayah I Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), dan Profesor Ningrum Natasya Sirait, Guru Besar Fakultas Hukum USU, serta dipandu oleh Dr. Robert, SH.M.H. Peserta kegiatan yang hadir secara daring dan luring antara lain dosen dan mahasiswa Prodi S1, S2, S3 FH USU, Dinas Koperasi dan UMKM Sumatera Utara, Kadin Sumatera Utara, Asosiasi Pengusaha Indonesia Sumatera Utara, Asosiasi UMKM Sumatera Utara, DPP IKM UMK Nusantara, serta para pelaku usaha di sektor digital ekonomi di Kota Medan.
Dekan Fakultas Hukum USU, Dr. Mahmul Siregar, SH.M.Hum, dalam sambutannya mengungkapkan tentang adanya keterbatasan pemahaman para pelaku usaha terkait perkembangan ekonomi digital di Indonesia dalam konteks hukum persaingan usaha.
“Kegiatan ini diharapkan dapat memberikan wawasan baru dalam mengatasi kendala dan tantangan pengawasan persaingan usaha ekonomi digital di Indonesia guna menciptakan iklim usaha yang sehat,” ujar Mahmul.
Dilanjutkan dengan pembahasan diskusi seputar perbandingan terhadap permasalahan persaingan usaha ekonomi digital yang terjadi di Indonesia dan Australia. Diskusi diawali pemaparan dari Prof Ningrum Natasya Sirait sebagai pemantik diskusi menyebutkan bahwa dalam mengantisipasi dampak negatif hadirnya ekonomi digital bagi pelaku usaha UKM, pemerintah seharusnya berperan dan bersikap aktif untuk mengakomodir kepentingan seluruh kepentingan pihak baik itu para pelaku usaha, asosiasi, masyarakat, dan lainnya.
Pemerintah juga harusnya dapat mengambil langkah-langkah konkrit untuk menyelesaikan berbagai permasalahan tersebut.
“Pemerintah harus hati-hati, ketika ada platform e-commerce yang disuruh tutup, maka yang menerima dampak negatif dari penutupan e-commerce tersebut adalah UMKM yang berada di e-commerce itu sendiri,”papar Ningrum.
Pernyataan Profesor Ningrum Natasya Sirait diaminkan oleh Profesor Deborah Healey yang mengungkapkan bahwa Australia juga menghadapi permasalahan dan tantangan yang sama dengan yang dihadapi oleh Indonesia dalam menyikapi relasi antara raksasa di dunia digital dengan pelaku usaha lain.
“Pemerintah Australia mendanai ACCC (otoritas persaingan usaha Australia) untuk meneliti isu-isu spesifik terkait digital platform. Hasil dari penelitian ini nantinya berupa rekomendasi atau saran kebijakan dalam amandemen undang-undang persaingan usaha di Australia,” ungkap Deborah.
Selanjutnya, Ridho Pamungkas mengutarakan bahwa permasalahan persaingan usaha di bidang ekonomi digital salah satunya ditandai dengan persaingan antara pelaku usaha yang sudah terlebih dahulu terjun dengan inovator yang baru masuk ke pasar. Terkait dengan sikap UMKM di era ekonomi digital, Ridho mendorong UMKM harus melek digital.
”UMKM harus bisa menggunakan teknologi digital untuk mengembangkan bisnisnya. Hadirnya digitalisasi ini bukan untuk dilawan, tapi untuk dimanfaatkan”, ujar Ridho.
Pada sesi tanya jawab, para peserta sangat antusias untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada para narasumber.
Pada sesi Kesimpulan yang merupakan akhir kegiatan, Prof Ningrum Natasya Sirait kembali menyampaikan bahwa perubahan perilaku bukan merupakan pengakuan bersalah oleh pelaku usaha yang diduga melakukan perilaku anti-persaingan.
Situasi ini seharusnya disikapi dengan bijak oleh pemerintah Indonesia dalam bentuk kepastian hukum melalui ketersediaan aturan hukum pengawasan persaingan usaha seperti dimiliki Australia.
Saling belajar adalah hal biasa untuk kebaikan dan kita akan tetap membagi pengalaman dan pengetahuan untuk mampu memberikan kesejahteraan Masyarakat (consumer welfare) sesuai dengan tujuan Hukum Persaingan. (r/red)