MEDAN ketikberita.com | Mengantisipasi harga beras yang mulai mengalami kenaikan, serta menggali potensi permasalahan persaingan tidak sehat dalam distribusi beras yang dapat berimbas pada terjadinya kenaikan harga, Kepala KPPU Kantor Wilayah I Medan Ridho Pamungkas didampingi Kepala Bidang Kajian Advokasi Shobi Kurnia melakukan diskusi dengan Persatuan Pengusaha Penggilingan Beras dan Padi (Perpadi) Sumatera Utara (Sumut), bertempat di Kantor Sekretariat Perpadi Sumut. Kehadiran KPPU diterima langsung oleh Ketua beserta pengurus Perpadi Sumut.
Ridho mengawali diskusi dengan membuka persoalan fenomena kenaikan harga beras yang dimulai sejak Agustus 2022 sampai dengan saat ini. Jika diperbandingkan Agustus 2022 dengan Juli 2023, untuk beras medium terdapat kenaikan sebesar 1.600-an rupiah per kg. Selain itu harga beras untuk Sumut juga selalu diatas HET, dimana untuk medium HET dipatok 11.500, sementara di pasar sudah diatas 12.500 per kg.
”Data lain di tahun 2022 juga menyebutkan bahwa jumlah produksi padi dan beras di Sumut mengalami kenaikan di tahun 2022 dan realisasi penyaluran Cadangan Beras Pemerintah di Sumut juga mengalami lonjakan sejak Agustus 2022, namun harga tidak beranjak turun. Jangan-jangan ada spekulan yang bermain?” tanya Ridho.
Menanggapi hal tersebut, kata Ketua Perpadi Sumut Ardhi Kusno menjelaskan bahwa komoditi beras cukup rentan terhadap isu.
“Misalnya beredar informasi India stop ekspor beras karena untuk mencukupi kebutuhan dalam negerinya, maka baru para spekulan sudah menaikkan harga. Atau sebaliknya beredar isu bahwa pemerintah akan mengimpor beras dari luar negeri, maka para pengepul akan menekan harga gabah di tingkat petani, padahal harga di tingkat konsumen tidak turun” ujarnya.
Sementara Eryadi, selaku Sekretaris Perpadi menambahkan bahwa saat ini banyak penggilingan padi skala menengah dan kecil yang bangkrut karena kalah bersaing dengan penggilingan besar.
”Penggilingan besar berani membeli Gabah Kering Panen (GKP) dengan harga di atas harga pasar. Mereka berani karena memiliki Dryer dan mesin penggilingan yang efisien, sehingga masih untung ketika menjual beras. Namun harga pembelian gabah yang tinggi tidak dinikmati petani langsung karena ada pengepul yang dapat menekan harga ke petani” ungkapnya.
Menanggapi hal tersebut, Ridho Pamungkas membenarkan bahwa konsentrasi pasar penggilingan padi di Sumut semakin tinggi, dimana tercatat hanya ada 34 penggilingan padi besar yang beroperasi, sehingga berpotensi mempengaruhi harga.
“Untuk itu KPPU mengawasi perilaku pelaku usaha agar jangan sampai ada kesepekatan antara penggilingan padi besar dalam mengatur produksi dalam rangka menentukan harga gabah dan beras”, pungkas Ridho. (red)