MEDAN ketikberita.com | Danau Toba merupakan salah satu aset nasional yang dapat berdampak signifikan bagi perekonomian nasional dan daerah jika dikelola baik dan benar. Sebaliknya, jika tak dirawat dan dikelola sebagaimana mestinya, lambat laun yang tersisa dari sumber kekayaan negara ini hanyalah kerusakan alam yang merugikan negara juga masyarakatnya.
Untuk itu, demi menjaga salah satu aset nasional ini, pemerintah terus bahu membahu untuk memperbaiki tata kelolanya. Dalam hal ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mendapat mandat pencegahan korupsi, terus menindaklanjuti upaya penyelamatan Danau Toba yang telah dicanangkan dalam Focus Group Discussion Perkuatan Kolaborasi Antar Pihak Dalam Mendorong Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Danau Toba, sejak 24 November 2022 lalu di Medan.
“Upaya penyelamatan Danau Toba sejalan dengan fungsi koordinasi dan supervisi di dalam UU KPK. Fokusnya ialah melakukan kegiatan upaya penyelamatan kerugian keuangan atau kekayaan negara,” jelas Kastgas Koordinasi dan Supervisi Wilayah I KPK Maruli Tua, di kantor Gubernur Sumatera Utara, Medan, Senin (22/5).
Dalam kasus Danau Toba, lanjut Maruli, KPK melakukan upaya pencegahan dari perilaku atau tindak pidana korupsi yang berpotensi merugikan negara. KPK turut andil dalam pendampingan perbaikan tata kelola agar tidak dikuasai atau dimanfaatkan pihak-pihak yang tidak memiliki hak atas danau tersebut.
“Sejauh ini, ada tujuh kabupaten di sekitar Danau Toba, antara lain Toba, Samosir, Simalungun, Dairi, Karo, Tapanuli Utara, dan Pakpak Bharat yang harus difokuskan untuk membenahi dan mengendalikan pemanfaatan ruang di kawasan Danau Toba serta tata kelola Keramba Jaring Apung (KJA),” jelas Maruli.
Sebagai informasi, Danau Toba merupakan satu dari 15 danau yang telah ditetapkan sebagai Danau Prioritas Nasional sesuai amanat Peraturan Presiden (PP) No. 60 Tahun 2021 tentang Penyelamatan Danau Prioritas Nasional. Sebelumnya, Danau Toba juga dinobatkan sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN 2008), Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN 2011), destinasi superprioritas nasional dan internasional (2019), serta kawasan Geopark Global Kaldera Toba yang telah diakui UNESCO Global Geopark (2020-2024).
“Sehingga Danau Toba harus benar-benar dijaga dan dipergunakan sebagaimana mestinya demi kemaslahatan negara dan masyarakatnya,” tutur Maruli.
Dalam upaya lanjutan penyelamatan Danau Toba ini, Maruli menyampaikan bahwa Ditjen Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang Kementerian ATR/BPN akan mengirimkan surat kepada setiap kabupaten terkait dengan indikasi pelanggaran pemanfaatan ruang dan rencana kerja upaya penanganannya.
Selanjutnya akan dikoordinasikan dengan Kementerian/Lembaga yang terkait sehubungan dengan dukungan pembiayaan penertiban keramba jaring apung mengingat keterbatasan dana Pemda.
Terakhir, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara melalui Tim Rencana Aksi yang dibentuk dan perangkat daerah yang terkait akan mengkaji dan menyiapkan langkah-langkah secara cermat terkait dengan implementasi SK Gubsu Nomor 188.44/211/KPTS/2023 tentang Daya Tampung Beban Pencemaran dan Daya Dukung Danau Toba Untuk Budidaya Perikanan.
Permasalahan di Sekitar Danau Toba
Direktur Penertiban Pemanfaatan Ruang Ariodilah Virgantara menuturkan permasalahan Danau Toba berdasarkan temuan Ditjen Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang Kementerian ATR/BPN. Di tahun 2022 terdapat 1.414 objek Indikasi Pelanggaran Pemanfaatan Ruang di Sekitar Kawasan DAS Asahan Toba, serta 19 dugaan kasus pelanggaran pemanfaatan ruang setelah penetapan Perda RTRW.
Saat ini, terkait objek pelanggaran di area Toba, Kementerian ATR/BPN telah memasang papan peringatan di beberapa lokasi bangunan sekitar DAS dan pengenaan sanksi administratif. Sedangkan kasus prioritas di DAS Asahan-Toba yang perlu ditindaklanjuti adalah dugaan kasus pelanggaran dengan kegiatan yang dibangun sebelum Perda RTRW Kabupaten ditetapkan dan dimanfaatkan untuk kegiatan umum/sosial/non komersial, yaitu berupa permukiman, fasilitas umum, dan fasilitas sosial.
“Kepala Daerah yang akan melakukan penataan, jangan ragu-ragu. Gunakan peraturan yang sudah ada dan berlaku sesuai tempus demi memberikan kepastian hukum. Pemda diharapkan memiliki program penataan dan penertiban terlebih dahulu, selanjutnya dapat didukung oleh KPK,” jelas Ariodilah.
Terkait Keramba Jaring Apung (KJA), Ketua Tim penanganan keramba Danau Toba Binsar Situmorang menjelaskan, sejauh ini masyarakat siap untuk ditertibkan namun minta usaha pengganti yang hasilnya sebanding dengan usaha budidaya ikan.
“Masyarakat meminta ganti rugi sedangkan pemerintah kabupaten setempat anggarannya sangat terbatas atau bahkan tidak tersedia. Sedangkan, pariwisata efeknya belum menyentuh kepada masyarakat pembudidaya ikan dan masyarakat memilih untuk tetap bisa berusaha KJA, sebagian besar masyarakat pembudidaya ikan tidak memiliki lokasi untuk usaha di darat untuk melanjutkan usahanya,” kata Binsar.
Terkait perizinan, kegiatan usaha KJA di danau membutuhkan persyaratan khusus. Saat ini mekanisme perizinan dalam sistem OSS (Online Single Submission) belum mengakomodir KBLI (Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia) khusus KJA danau. Artinya, semua usaha di sekitar Danau Toba masih ilegal.
Beberapa langkah telah dilakukan Pemprov Sumut dalam perizinan KJA, salah satunya adalah pemberian izin berdasarkan zonasi dan pemberian rekomendasi teknis perizinan. Untuk keramba yang tidak memiliki izin usaha akan dilakukan pembongkaran dan tidak ada ganti rugi.
Turut hadir dalam kegiatan ini Direktur Penertiban Pemanfaatan Ruang dan Kakanwil BPN Sumut, Ketua Tim Rencana Aksi Penataan Keramba Jaring Apung di Danau Toba, Kepala Bappeda, serta jajaran para Kadis Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. (r/red)